A. Pengertian
Persalinan preterm atau adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20 – 37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram (Manuaba, 1998 : 221). Dan menurut ACOG 1995, Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan 20 – 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir.
Persalinan preterm merupakan hal yang berbahaya karena potensial meningkatkan kematian perinatal sebesar 65%-75%, umumnya berkaitan dengan berat lahir rendah. Berat lahir rendah dapat disebabkan oleh kelahiran preterm dan pertumbuhan janin yang terhambat. Keduanya sebaiknya dicegah karena dampaknya yang negatif, tidak hanya kematian perinatal tetapi juga morbiditas, potensi generasi akan datang, kelainan mental dan beban ekonomi bagi keluarga dan bangsa secara keseluruhan.
B. Etiologi
Persalinan prematur merupakan kelainan proses yang multifaktorial. Kombinasi keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medik mempunyai pengaruh terhadap terjadinya persalinan prematur. Kadang hanya resiko tunggal dijumpai seperti distensi berlebih uterus, ketuban pecah dini, atau trauma. Banyak kasus persalinan prematur sebagai akibat proses patogenik yang merupakan mediator biokimia yang mempunyai dampak terjadinya kontraksi rahimdan perubahan serviks, yaitu :
1. Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus – hipofisis – adrenal baik pada ibu maupun janin, akibat stress pada ibu atau janin
2. Inflamasi desidua – korioamnion atau sistemik akibat infeksi asenden dari traktus genitourinaria atau infeksi sistemik
3. Perdarahan desidua
4. Peregangan uterus patologik
5. Kelainan pada uterus atau serviks
Dengan demikian, untuk memprediksi kemungkinan terjadinya persalinan prematur harus dicermati beberapa kondisi yang dapat menimbulkan kontraksi, menyebabkan persalinan prematur atau seorang dokter terpaksa mengakhiri kehamilan pada saat kehamilan belum genap bulan.
Drife dan Magowan menyatakan bahwa 35 % persalinan preterm terjadi tanpa diketahui penyebab yang jelas, 30 % akibat persalinan elektif , 10 % pada kehamilan ganda, dan sebagian lain sebagai akibat kondisi ibu atau janinnya.
C. Patofisiologi
Berbagai sebab dan faktor demografik diduga sebagai penyebab persalinan preterm, seperti: solusio plasenta, kehamilan ganda, kelainan uterus, polihidramnion, kelainan kongenital janin, ketuban pecah dini, dan lain-lain. Penyebab persalinan preterm bukan tunggal tetapi multikompleks, antara lain karena infeksi. Infeksi pada kehamilan akan menyebabkan suatu respon imunologik spesifik melalui aktifasi sel limfosit B dan T dengan hasil akhir zat-zat yang menginisiasi kontraksi uterus. Terdapat makin banyak bukti yang menunjukkan bahwa mungkin sepertiga kasus persalinan preterm berkaitan dengan infeksi membran korioamnion.
Dari penelitian Lettieri dkk. (1993), didapati 38% persalinan preterm disebabkan akibat infeksi korioamnion. Knox dan Hoerner (1950) telah mengetahui hubungan antara infeksi jalan lahir dengan kelahiran prematur. Bobbitt dan Ledger (1977) membuktikan infeksi amnion subklinis sebagai penyebab kelahiran preterm. Dengan amniosentesis didapati bakteri patogen pada + 20% ibu yang mengalami persalinan preterm dengan ketuban utuh dan tanpa gejala klinis infeksi (Cox dkk., 1996 ; Watts dkk., 1992).
Cara masuknya kuman penyebab infeksi amnion, dapat sebagai berikut :
1. Melalui jalur transervikal mesuk kedalam selaput amniokorion dan cairan amnion. E. coli dapat menenbus membran korioamnion. (Gyr dkk, 1994)
2. Melalui jalur transervikal ke desidua/chorionic junction pada segmen bawah rahim.
3. Penetrasi langsung kedalam jaringan serviks.
4. Secara hematogen ke plasenta dan selaputnya.
5. Secara hematogen ke miometrium.
Selain itu endotoksin dapat masuk kedalam rongga amnion secara difusi tanpa kolonisasi bakteri dalam cairan amnion. Infeksi dan proses inflamasi amnion merupakan salah satu faktor yang dapat memulai kontraksi uterus dan persalinan preterm. Menurut Schwarz (1976), partus aterm diinisiasi oleh aktivasi enzim phospholipase A2 yang dapat melepaskan asam arakidonat dari membran janin sehingga terbentuk asam arakidonat bebas yang merupakan bahan dasar sintesis prostaglandin.
Bejar dkk (1981) melaporkan sejumlah mikroorganisme mempunyai kemampuan untuk menghasilkan enzim phospholipase A2 sehingga dapat menginisiasi terjadinya persalinan preterm. Bennett dan Elder (1992), menunjukkan bahwa mediator-mediator dapat merangsang timbulnya kontraksi uterus dan partus preterm melalui pengaruhnya terhadap biosintesis prostaglandin.
D. Tanda dan Gejala
Gambaran fisik bayi prematur :
1. Ukuran kecil
2. Berat badan lahir rendah (kurang dari 2,5 kg)
3. Kulitnya tipis, terang dan berwarna pink (tembus cahaya)
4. Vena di bawah kulit terlihat (kulitnya transparan)
5. Lemak bawah kulitnya sedikit sehingga kulitnya tampak keriput
6. Rambut yang jarang
7. Telinga tipis dan lembek
8. Tangisannya lemah
9. Kepala relatif besar
10. Jaringan payudara belum berkembang
11. Otot lemah dan aktivitas fisiknya sedikit (seorang bayi prematur cenderung belum memiliki garis tangan atau kaki seperti pada bayi cukup bulan) 5
12. Refleks menghisap dan refleks menelan yang buruk
13. Pernafasan yang tidak teratur
14. Kantung zakar kecil dan lipatannya sedikit ( anak laki – laki )
15. Labia mayora belum menutupi labia minora ( pada anak perempuan).
E. Komplikasi
Pada ibu, setelah persalinan preterm infeksi endometrium lebih sering terjadi mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka episiotomy. Bayi-bayi preterm memiliki resiko infeksi neonatal lebih tinggi ; Morales (1987) menyatakan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang menderita amnionitis memiliki resiko mortalitas 4 kali lebih besar, dan resiko distress pernafasan, sepsis neonatal, necrotizing enterocolitis dan perdarahan intraventikuler 3 kali lebih besar.
F. Kriteria Diagnosis
Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu lengkap atau antara 140 dan 259 hari :
1. Kontraksi uterus (his) teratur, pastikan dengan pemeriksaan inspekulo adanya pembukaan dan servisitis.
2. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%, atau sedikitnya 2 cm.
3. Selaput ketuban seringkali telah pecah.
4. Merasakan gejala seperti rasa kaku diperut menyerupai kaku menstruasi, rasa tekanan intrapelvik dan nyeri bagian belakang.
5. Mengeluarkan lender pervaginam, mungkin bercampur darah.
Diagnosis Banding
1. Kontraksi pada kehamilam preterm.
2. Persalinan pada pertumbuhan janin terhambat.
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan kultur urine
b. Pemeriksaan gas dan pH darah janin.
c. Pemeriksaan darah tepi ibu :
- Jumlah leukosit
- C-reactive protein. CRP ada pada serum penderita yang menderita infeksi akut dan dideteksi berdasarkan kemampuannnya untuk mempresipitasi fraksi polisakarida somatik nonspesifik kuman Pneumococcus yang disebut fraksi C. CRP dibentuk di hepatosit sebagai reaksi terhadap IL-1, IL-6, TNF.
d. Amniosentesis
- Hitung leukosit
- Pewarnaan gram bakteri (+) pasti amnionitis
- Kultur
- Kadar IL-1, IL-6 ()
- Kadar glukosa cairan amnion
- Pemeriksaan ultrasonografi
e. Oligohidramnion : Goulk dkk. (1985) mendapati hubungan antara oligohidramnion dengan korioamnionitis klinis antepartum. Vintzileos dkk. (1986) mendapati hubungan antara oligohidramnion dengan koloni bakteri pada amnion.
f. Penipisan serviks : Lams dkk. (1994) mendapati bila ketebalan serviks < 3 cm (USG), dapat dipastikan akan terjadi persalinan preterm. Sonografi serviks transperineal lebih disukai karena dapat menghindari manipulasi intravagina terutama pada kasus-kasus KPD dan plasenta previa.
g. Kardiotokografi : kesejahteraan janin, frekuensi dan kekuatan kontraksi.
G. Pencegahan
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan preterm antara lain sebagai berikut :
1. Hindari kehamilan pada ibu terlalu muda (kurang dari 17 tahun)
2. Hindari jarak kehamilan terlalu dekat
3. Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan antenatal yang baik
4. Anjuran tidak merokok maupun mengkonsumsi obat terlarang (narkotik)
5. Hindari kerja berat dan perlu cukup istirahat
6. Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan preterm
7. Kenali dan obati infeksi genital / saluran kencing
8. Deteksi dan pengamanan faktor resiko terhadap persalinan preterm
H. Penatalaksanaan
Ibu hamil yang diidentifikasi memiliki resiko persalinan preterm akibat amnionitis dan yang mengalami gejala persalinan preterm membakat harus ditangani seksama untuk meningkatkan keluaran neonatal. Pada kasus-kasus amnionitis yang tidak mungkin ditangani ekspektatif, harus dilakukan intervensi, yaitu dengan :
1. Akselerasi pematangan fungsi paru
a. Terapi glukokortikoid, misalnya dengan betamethasone 12 mg im. 2 x selang 24 jam. Atau dexamethasone 5 mg tiap 12 (IM) sampai 4 dosis.
b. Thyrotropin releasing hormone 400 ug iv, akan meningkatkan kadar tri-iodothyronine yang dapat meningkatkan produksi surfaktan. Suplemen inositol, karena inositol merupakan komponen membrane fofolipid yang berperan dalam pembentukan surfaktan.
2. Pemberian antibiotika
Mercer dan Arheart (1995) menunjukkan bahwa pemberian antibiotika yang tepat dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis dan sepsis neonatorum. Diberikan 2 gram ampicilin (IV) tiap 6 jam sampai persalinan selesai (ACOG). Peneliti lain memberikan antibiotika kombinasi untuk kuman aerob maupun anaerob. Yang terbaik bila sesuai dengan kultur dan tes sensitivitas. Setelah itu dilakukan deteksi dan penanganan terhadap faktor risiko persalinan preterm, bila tidak ada kontraindikasi diberi tokolitik.
3. Pemberian tokolitik
a. Nifedipin 10 mg diulang tiap 30 menit, maksimum 40 mg/6 jam. Umumnya hanya diperlukan 20 mg dan dosis perawatan 3 x 10 mg.
b. Golongan beta-mimetik
Salbutamol
Per infus : 20-50
µg/menit (Saifuddin et.al, 2002 : 302)
Peroral : 4 mg, 2-4 kali/hari (maintenance)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar