Cari Blog Ini

Sabtu, 21 April 2012

POSTMATUR

A.      Definisi
Kehamilan post matur disebut juga kehamilan serotinus,kehamilan lewat waktu,kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy, extended pregnancy,postdate/pos datisme pascamaturitas, adalah: kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih,dihitung dari pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari (WHO, 1977).
B.       Etiologi
Sampai saat ini sebab terjadi nya kehamilan post matur belum jelas.beberapa teori yang diajukan pada umum nya menyatakan bahwa terjadi nya kehamilan post matur sebagai akibat gangguan terhadap timbul nya persalinan.beberapa teori yang di ajukan sebagai berikut.
1.    Teori oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk memakai induksi persalinan pada kehamilan post matur member kesan dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting dalam menimbulkan persalinandan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu factor penybab kehamilan post matur.
2.    Teori kortisol/acth janin
Bahwa sebagai pemberi tanda untuk dimulai nya persalinan adalah janin,diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesterone berkurang dan membesar sekresi estrogen,selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin.pada cacat bawaaan janin seperti anensefalus, hipoplasia adrenal janin dan tidak adanya kelenjer hipofosis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.
3.    Saraf uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus frankenhauser akan membangkitkan kontraksi uterus.pada keadaan dimana tidak ada tekanan pada pleksus ini,seperti pada kelainan letak,tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab terjadinya kehamilan post matur.
4.    Heriditer
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami kehamilaan post matur mempunyai kecendrungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya..Mogren (1999) seperti dikutip Cunningham,menyatakan bila mana seseorang ibu mengalami kehamilan post matur saat melahirkan anak perempuan,maka besar kemungkinan anak perempuannya akan mengalami kehamilan post matur.
C.      Diagnosis
Tidak jarang seorang dokter mengalami kesulitan dalam menentukan diagnosis kehamilan post matur karena diagnosi ini ditegakkan berdasarkan umur kehamilan,bukan terhadap kondisi kehamilan.beberapaa kasus yang menyatakan sebagai kehamilan post matur merupakan kesalahan dalam menentukan umur kehamilan.dalam menentukan diagnosis kehamilan post matur disamping dari riwayat haid,sebaiknya dilihat pula hasil pemeriksaan antenatal.
1.         Riwayat haid
Diagnosis kehamilan post matur tidak sulit untuk ditegakkan bila mana hari pertama haid terakhir (HPHT) diketahui dengan pasti.untuk riwayat haid yang bias dipercaya,diperlukan beberapa kriteria antara lain:
a.    Penderita harus yakin betul dengan HPHT nya.
b.    Siklus 28 hari dan teratur.
c.    Tidak minum pil anti hamil setidak nya 3 bulan terakhir
Menurut rumus NAEGELE berdasarkan riwayat haid, seseorang penderita yang ditetapkan sebagai kehamilan post matur kemungkinan adalah sebagai berikut:
a.         Terjadi kesalahan dalaam menentukan tanggal haid terakhir atau akibat menstruasi abnormal
b.        Tanggal haid terakhir diketahui jelas,tetapi terjadi kelambatan ovulasi.
c.      Tidak ada kesalahan dalam menentukan haid terakhir dan kehamilan memang berlangsung lewat bulan (keadaan ini sekitar 20% - 30% dari seluruh penderita yang diduga kehamilan post matur).
2.         Riwayat pemeriksaan antenatal.
a.         Tes kehamilan.
Bila pasien melakukan pemeriksaan tes imunologik sesudah terlambat 2 minggu, maka dapat diperkirakan kehamilan memang telah berlangsung 6 minggu.
b.        Gerakan janin
Gerakan janin atau quickening pada umum nya dirasakan ibu pada umur  kehamilan 18 -20 minggu.pada primigravida dirasakan sekitar umur kehamilan 18 minggu,sedangkan pada multigravida pada 16 minggu.petunjuk umum untuk menentukan persalinan adalah quickening ditambah 22 minggu pada primigravida atau ditambah 24 minggu pada multiparitas.
c.         Denyut jantung janin
Dengan stetoskop laenec djj dapat didengar mulai umur kehamilan 18 – 20 minggu,sedangkan dengan Doppler dapat terdengar pada usia kehamilan 10 – 12  minggu
Kehamilan dapat dinyatakan kehamilan post matur bila didapat 3 atau lebih dari 4     kriteria dari hasil pemeriksaan.
a.         Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif.
b.        Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler.
c.         Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan dengan gerakan janin pertama kali.
d.        Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan steteskop linex.
3.         Tinggi fundus uteri.
               Dalam trimester 1 pemeriksaan fundus uteri serial dalam sentimeter dapat bermanfaat bila dilakkukan pemeriksaan secara berulang setiap bulan.lebih dari 20 minngu, tinggi fundus uteri dapat menentukan umur kehamilan secara kasar.
4.         Pemeriksaan ultrasonografi (USG).
      Diameter biparietal dan panjang femur memberikan ketetapansekitar 7 hari dari taksiran persalinan.diameter biparietal dan panjang femur, beberapa parameter dalam pemeriksaan USG juga dapat dipakai seperti lingkar perut,lingkar kepala dan beberapa rumus yang merupakan perhitungan dari beberapa hasil pemeriksaan parameter tersebut diatas sebaiknya,pemeriksaan sesaat setelah trimester 3 dapat dipakai untuk menentukan berat janin,keadaan air ketuban,ataupun keadaan plasenta yang sering berkaitan dengan kehamilan post matur,tetapi sukar untuk memastikan usia kehamilan.
5.         Pemeriksaan radiologi.
              Umur kehamilan dilihat dengan melihat pusat penulangan.gambaran epifisis femur bagian distal paling dini dapat dilihat pada kehamilan 32 minggu,epifisis tibia proksimal terlihat setelah umur kehamilan 36 minggu,dan epifisis kuboid pada kehamilan 40 minggu.cara ini sekarang jaraang dipakai selain dalam pengenalan pusat penulangan sering kali sulit,juga pengaruh radiologic yang kurang baik terhadap janin.
6.         Pemeriksaan laboratorium
a.    Kadar lesitin/spingomielin.
Bila lesitin/spingomielin dalam cairan amnion kadarnya sama,maka umur kehamilan     sekitar 22-28 minggu,lesitin 1,2 kali kadar spingomielin 28-32 minggu,pada kehamilan genap bulan rasio menjadi 2:1.pemeriksaan ini tidak dapaat dipakai untuk menentukan kehamilan post matur,tetapi hanya dipakaai untuk menentukan apakah janin cukup umur/matang untuk dilahirkan atau berkaitan dengan mencegah kesalahan dalam tindakan pengakhiran kehamilan
b.    Aktivitas tromboplastin cairan amnion (ATCA)
Cairan amnion mempercepat waktu pembekuan darah,aktivitas ini meningkat dengan bertambah nya umur kehamilan.pada umur kehamilan 41-42 minggu ATCA berkisar antara 45-65 detik,pada umur kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan ATCA kurang dari 45 detik.bila didapat ATCA antara 42-46 detik menunjukan bahwa kehamilan berlangsung lewat minggu
c.    Sitologi cairan amnion
Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel lemak dalam cairan amnion.bila jumlah sel yang mengandung lemak melebihi 10%,maka kehamilan diperkirakan 36 minggu dan apabila 50% atau lebih,maka umur kehamilan 39 minggu atau lebih.
d.   Sitologi vagina
Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik > 20 %) mempunyai sensitivitas 75%.perlu diingat bahwa kematangan seviks tidak dapat dipakai untuk menemukan usia gestasi.

D.      Permasalahan kehamilan post matur
Kehamilan post matur mempunyai resiko lebih tinggi dari pada kehamilan aterm, terutama terhadap kematian perinatal (antepartum, intrapartum dan postpartum) berkaitan dengan aspirasi mekonium dan asfiksia. Pengaruh kehamilan post matur antara lain sebagai berikut
1.         Perubahan pada plasenta
Disfungsi plasenta merupakan factor penyebab terjadinya komplikasi pada kehamilan post matur dan meningkatnya resiko pada janin.penurunan fungsi plasentadapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen.perubahan yang terjadi pada plasenta sebagai berikut.
a.    Penimbunan kalsium.pada kehamilan post matur terjadi peningkatan penimbunan kalsium pada plasenta.hal ini dapat menyebabkan gawat janin bahkan kematian janin intrauterine yang dapat meningkat sampai 2-4 kali lipat.timbunan kalsium plasenta meningkat sesuai dengan progresivitas degenerasi plasenta.namun,bebarapa vili mungkin mengalami degenerasi tanpa mengalami kalsifikasi.
b.    Selaput vaskulosinsisial menjadi tambah tebal dan jumlah nya berkurang.keadaan ini   dapat menurunkan mekanisme transport plasenta.
c.    Terjadi proses degenerasi plasenta seperti edema, timbunan fibrinoid, fibrosis, thrombosis intervili dan infark vili.
d.   Perubahan biokimia,adanya insufisiensi plasenta menyebabkan protein plasenta dan kadar DNA dibawah normal.sedangkan konsentrasi RNA meningkat.
2.         Pengaruh pada janin
Pengaruh kehamilan post matur terhadapjanin sampai saat ini masih diperdebatkan. Beberapa ahli menyatakan bahwa kehamilan post matur menambah bahaya pada janin, sedangkan beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa bahaya kehamilan post matur terhadap janin terlalu dilebihkan.kiranya kebenaran terletak diantara ke duanya.fungsi plasenta mencapai puncak pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu. Hal ini dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. Rendahnya fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin dengan resiko 3 kali.akibat dari proses penuan plasenta, pemasokan makanan dan oksigen akan menurun disamping adanya spasme arterispiralis.sirkulasi utero plasenter akan berkurang 50% menjadi hanya 250 ml/menit.beberapa pengaruh kehamilan post matur terhadap janin antara lain sebagai berikut:
a.         Berat janin
Bila terjadi perubahan anatomic yang besar pada plasenta,maka terjadi penurunan berat janin.dari penelitian VORHERR tampak bahwa sesudah umur kehamilan 36 minggugrafik rata-rata pertumbuhan janin mendatar dan tampak adanya penurunan sesudah 42 minggu.namun,seringkali pula plasenta masih dapat berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertambah terus sesuai dengan bertambahnya umur kehamilan. ZWERDLING menyatakan bahwa rata-rata berat janin lebih dari 3.600 gram sebesar 44,5 % pada kehamilan post matur. Sedangkan pada kehamilan genap bulan (term) sebesar 30,6%. Resiko persalianan bayi denagn berat lebih dari 4000 gram pada kehamilan post matur meningkat 2-4 kali lebih besar dari kehamilan post matur.
b.        Sindroma postmaturitas
Dapat dikenali dengan neonates dengan ditemukan dengan beberapa tanda seperti gangguan pertumbuhan,dehidrasi,kulit kering,keriput seperti kertas (hilang lemak subkutan),kuku tangan dan kaki panjang,tulang tengkorak lebih keras,hilangnya verniks kaseosa dan lanugo,maserasi kulit terutama daerah lipat paha dan genital luar warna coklat kehijauan atau kekunungan pada kulit dan tali pusat.muka tampak menderita,dan rambut kepala banyak yang tebal.tidak seluruh neonates post matur menunjukan tanda postmaturitas tergantung fungsi plasenta.umum nya didapat sekitar 12-20% neonates dengan tanda postmaturitas pada kehamilan post matur.berdasarkan derajat insufisiensi plasenta yang terjadi.tanda postmaturitas ini dapat dibagi dalam 3 stadium yaitu:
- Stadium 1: kulit menunjukan kehilangan vernikss kaseosa dan maserasi berupa kulit kering, rapuh dan mudah mengulupas.
-   Stadium 2: gejala diatas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada kulit.
-   Stadium 3: disertai pewarnaan kekuningan pada kuku,kulit,dan tali pusat.
c.         Gawat janin atau kematian perinatal.
Menunjukan angka meningkat setelah kehamilan 42 minggu atau lebih,sebagian besar terjadi intrapartum.umumnya disebabkan oleh:
- Makrosomia yang dapat menyebabkan terjadinya distosia pada  persalinan,fraktur klavikula,sampai kematian bayi.
-   Insufisiensi plasenta yang berakibat:
·      Pertumbuhan janin terhambat.
·  Oligohidramion terjadi komprensi tali pusat,keluar mekonium yang  kental,perubahan abnormal jantung janin.
·      Hipoksia janin
·      Keluarnya mekonium yang berakibat dapat terjadi aspirasi mekonium pada janin.
·      cacat bawaan terutama akibat hipoplasia adrenal dan anensefalus.
Kematian janin akibat kehamilan post matur terjadi pada 30% sebelum     persalinan,55% dalam persalinan dan 15% pascanatal.
Komplikasi yang dapat dialami oleh bayi baru lahir adlah suhu yang tidak      stabil,hipoglikemi,polisitemi,dan kelainan neurologik.
3.         Pengaruh pada ibu
a.  Morbiditas/mortalitas ibu: dapat meningkatkan sebagaai akibat dari makrosomia janin dan tulang tengkorak menjadi lebih keras dan menybabkan terjadi distosia persalinan, partus lama,meningkatkan tindakan obsetrik dan persalinan traumatis/ perdarahan post partum akibat bayi besar.
b. Aspek esmosi : ibu dan keluarga menjadi cemas bila mana kehamilan terus berlangsung melewati taksiran persalinan,

E.       Pengelolahan kehamilan post matur
Kehamilan post matur merupakan masalah yang banyak dijumpai saat ini pengelolahan nya masih belum memuaskan dan masih banyak perbedaan pendapat.perlu ditetapkan terlebih dahulu bahwa pada setiap kehamilan post matur dengan komplikasi spesifik seperti diabetes mellitus,kelainan factor rhesus atau isoimunisasi, pre eklamsia/eklamsia dan hipertensis kronis yang meningkat kan resiko terhadap janin,kehamilan jangan dibiarkan berlangsung lewat bulan,demikian pula pada kehamilan dengan factor resiko lain seperti  primitua, infertilitas, riwayat obsetrik yang jelek. Tidak ada ketentuan aturan yang pasti dan perlu dipertimbangkan masing-masing khasus dalam pengelolahaan kehamilan post matur.
Beberapa masalah yang sering dihadapi pada pengelolahan kehamilan post matur antara lain sebagai berikut.
a.   Pada beberapa penderita,umur kehamilan tidak selalu dapat ditentukan dengan  tepat,sehingga janin bisa saja belum matur sebagaimana yang telah diperkirakan.
b.   Sukar menentukan apakaah janin akan mati,berlangsung terus,atau mengalami morbiditas serius bila mana tetap dalam rahim.
c.   Sebagian besar janin tetap dalam keadaan baik dan tumbuh terus sesuai dengan tambah nya umur kehamilan dan tumbuh semakin besar.
d.   Pada saat kehamilan mencapai 42 minggu, pada beberapa penderita didapatkan sekitar 70% serviks belum matang.
e.    Persalinan yang berlarut-larut akan sangat merugikan bayi post matur
f.   Pada post matur sering terjadi disproporsi kepala panggul dan distosia bahu (8% pada kehamilan genap bulan,14% pada post matur).
g. Janin post matur lebih peka terhadap obat penenang dan narkose,sehingga perlu penetapan jenis narkose yang sesuai bial dilakukan bedah sesar.(resiko bedah sesar 0,7% pada genap bulan dan 1,3% pada post matur)
h. Pemecahan selaput ketuban harus dengan pertimbangan matang.pada oligohidramion pemecahan selaput ketuban akan meningkatkan risiko kompresi tali pusat tetapi sebaliknya dengan pemecahan selaput ketuban akan dapat diketahui aadanya mekonium dalam cairan amnion.
Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat dalam pengololahan kehamilan post matur, beberapa kontroversi dalam pengelolahaan kehamilan post matur antara lain adalah:
  1. Apakah sebaik nya dilakukan pengelolahan secara aktif yaitu dilakukan induksi setelah ditegak kan diagnosis post matur ataukah sebaik nya dilakukan pengelolahan secara menunggu.
  2. Bila dilakukan pengololahan aktif,apakah kehamilan sebaiknya diakhiri pada usia kehamilan 41 atau 42 minggu.
·        Pengelolahan aktif yaitu dengan melakukan persalinan anjuran pada usia kehamilan 42 minggu untuk memperkecil resiko terhadap janin.
·  Pengelolahan pasif/menunggu yaitu didasarkan pandangan bahwa persalinan anjuran yang dilakukan semata-mata atas dasar post matur mempunyai resiko atau komplikasi cukup besar terutama resiko persalinan operatif sehingga dianjurkan untuk melakukan pengawasan terus menerus terhadap kesejahteraan janin,baik secara biofisik maupun biokimia sampai persalinan berlangsung dengan sendirinya atau timbul indikasi untuk mengakhiri kehamilan.

F.       Pengelolahan selama persalinan
1.    Pemantauan yang baik terhadap ibu (aktifitas uteru) dan kesejahteraan janin.
2.    Hindari penggunaan obat penenang atau anelgetika selama persalinan
3.    Awasi jalannya persalinan.
4.    Persiapan oksigen dan bedah sesar bila sewaktu-waktu terjadi kegawatan janin.
5. Cegah terjadinya aspirasi mekonium dengan segera mengusap wajah neonatus dan dilanjutkan resuistasi sesuai dengan prosedur pada janin dengan cairan ketuban bercampur mekonium.
6. Segera setelah lahir,bayi segera harus diperisa terhadap kemungkinan hipoglikemi, hipovolemi, hipotermi dan polisitermi.
7.    Pengawasan ketat terhadap neonates dengan tanda-tanda postmaturitas.
8.    Hati-hati kemungkinan terjadi distosia bahu.
Perlu disadari bahwa persalinan adalah saat paling berbahaya bagi janin post matur sehingga setiap persalinan kehamilan post matur harus dilakukan pengawasan ketat dan sebaiknya dilaksanakan dirumah sakit dengan pelayanan operatif dan perawatan neonatal yang memadai.

Sabtu, 07 April 2012

PREMATUR

A.      Pengertian
Persalinan preterm atau adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20 – 37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram (Manuaba, 1998 : 221). Dan menurut ACOG 1995, Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan 20 – 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir.
Persalinan preterm merupakan hal yang berbahaya karena potensial meningkatkan kematian perinatal sebesar 65%-75%, umumnya berkaitan dengan berat lahir rendah. Berat lahir rendah dapat disebabkan oleh kelahiran preterm dan pertumbuhan janin yang terhambat. Keduanya sebaiknya dicegah karena dampaknya yang negatif, tidak hanya kematian perinatal tetapi juga morbiditas, potensi generasi akan datang, kelainan mental dan beban ekonomi bagi keluarga dan bangsa secara keseluruhan.

B.       Etiologi
Persalinan prematur merupakan kelainan proses yang multifaktorial. Kombinasi keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medik mempunyai pengaruh terhadap terjadinya persalinan prematur. Kadang hanya resiko tunggal dijumpai seperti distensi berlebih uterus, ketuban pecah dini, atau trauma. Banyak kasus persalinan prematur sebagai akibat proses patogenik yang merupakan  mediator biokimia yang mempunyai dampak terjadinya kontraksi rahimdan perubahan serviks, yaitu :
1.  Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus – hipofisis – adrenal baik pada ibu maupun janin, akibat stress pada ibu atau janin
2.    Inflamasi desidua – korioamnion atau sistemik akibat infeksi asenden dari traktus genitourinaria atau infeksi sistemik
3.    Perdarahan desidua
4.    Peregangan uterus patologik
5.    Kelainan pada uterus atau serviks
Dengan demikian, untuk memprediksi kemungkinan terjadinya persalinan prematur harus dicermati beberapa kondisi yang dapat menimbulkan kontraksi, menyebabkan persalinan prematur atau seorang dokter terpaksa mengakhiri kehamilan pada saat kehamilan belum genap bulan.
Drife dan Magowan menyatakan bahwa 35 % persalinan preterm terjadi tanpa diketahui penyebab yang jelas, 30 % akibat persalinan elektif , 10 % pada kehamilan ganda, dan sebagian lain sebagai akibat kondisi ibu atau janinnya.

C.      Patofisiologi
Berbagai sebab dan faktor demografik diduga sebagai penyebab persalinan preterm, seperti: solusio plasenta, kehamilan ganda, kelainan uterus, polihidramnion, kelainan kongenital janin, ketuban pecah dini, dan lain-lain. Penyebab persalinan preterm bukan tunggal tetapi multikompleks, antara lain karena infeksi. Infeksi pada kehamilan akan menyebabkan suatu respon imunologik spesifik melalui aktifasi sel limfosit B dan T dengan hasil akhir zat-zat yang menginisiasi kontraksi uterus. Terdapat makin banyak bukti yang menunjukkan bahwa mungkin sepertiga kasus persalinan preterm berkaitan dengan infeksi membran korioamnion.
Dari penelitian Lettieri dkk. (1993), didapati 38% persalinan preterm disebabkan akibat infeksi korioamnion. Knox dan Hoerner (1950) telah mengetahui hubungan antara infeksi jalan lahir dengan kelahiran prematur. Bobbitt dan Ledger (1977) membuktikan infeksi amnion subklinis sebagai penyebab kelahiran preterm. Dengan amniosentesis didapati bakteri patogen pada + 20% ibu yang mengalami persalinan preterm dengan ketuban utuh dan tanpa gejala klinis infeksi (Cox dkk., 1996 ; Watts dkk., 1992).
Cara masuknya kuman penyebab infeksi amnion, dapat sebagai berikut :
1. Melalui jalur transervikal mesuk kedalam selaput amniokorion dan cairan amnion. E. coli dapat menenbus membran korioamnion. (Gyr dkk, 1994)
2.    Melalui jalur transervikal ke desidua/chorionic junction pada segmen bawah rahim.
3.    Penetrasi  langsung kedalam jaringan serviks.
4.    Secara hematogen ke plasenta dan selaputnya.
5.    Secara hematogen ke miometrium.
Selain itu endotoksin dapat masuk kedalam rongga amnion secara difusi tanpa kolonisasi bakteri dalam cairan amnion. Infeksi dan proses inflamasi amnion merupakan salah satu faktor yang dapat memulai kontraksi uterus dan persalinan preterm. Menurut Schwarz (1976), partus aterm diinisiasi oleh aktivasi enzim phospholipase A2 yang dapat melepaskan asam arakidonat dari membran janin sehingga terbentuk asam arakidonat bebas yang merupakan bahan dasar sintesis prostaglandin.
Bejar dkk (1981) melaporkan sejumlah mikroorganisme mempunyai kemampuan untuk menghasilkan enzim phospholipase A2 sehingga dapat menginisiasi terjadinya persalinan preterm. Bennett dan Elder (1992), menunjukkan bahwa mediator-mediator dapat merangsang timbulnya kontraksi uterus dan partus preterm melalui pengaruhnya terhadap biosintesis prostaglandin.

D.      Tanda dan Gejala
Gambaran fisik bayi prematur :
1.    Ukuran kecil
2.    Berat badan lahir rendah (kurang dari 2,5 kg)
3.    Kulitnya tipis, terang dan berwarna pink (tembus cahaya)
4.    Vena di bawah kulit terlihat (kulitnya transparan)
5.    Lemak bawah kulitnya sedikit sehingga kulitnya tampak keriput
6.    Rambut yang jarang
7.    Telinga tipis dan lembek
8.    Tangisannya lemah
9.    Kepala relatif besar
10.     Jaringan payudara belum berkembang
11.  Otot lemah dan aktivitas fisiknya sedikit (seorang bayi prematur cenderung belum memiliki garis tangan atau kaki seperti pada bayi cukup bulan) 5
12.     Refleks menghisap dan refleks menelan yang buruk
13.     Pernafasan yang tidak teratur
14.     Kantung zakar kecil dan lipatannya sedikit ( anak laki – laki )
15.     Labia mayora belum menutupi labia minora ( pada anak perempuan).

E.       Komplikasi
Pada ibu, setelah persalinan preterm infeksi endometrium lebih sering terjadi mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka episiotomy. Bayi-bayi preterm memiliki resiko infeksi neonatal lebih tinggi ; Morales (1987) menyatakan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang menderita amnionitis memiliki resiko mortalitas 4 kali lebih besar, dan resiko distress pernafasan, sepsis neonatal, necrotizing enterocolitis dan perdarahan intraventikuler 3 kali lebih besar.

F.       Kriteria Diagnosis
Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu lengkap atau antara 140 dan 259 hari :
1. Kontraksi uterus (his) teratur, pastikan dengan pemeriksaan inspekulo adanya pembukaan dan servisitis.
2.    Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%, atau sedikitnya 2 cm.
3.    Selaput ketuban seringkali telah pecah.
4.  Merasakan gejala seperti rasa kaku diperut menyerupai kaku menstruasi, rasa tekanan intrapelvik dan nyeri bagian belakang.
5.    Mengeluarkan lender pervaginam, mungkin bercampur darah.
Diagnosis Banding
1.    Kontraksi pada kehamilam preterm.
2.    Persalinan pada pertumbuhan janin terhambat.
Pemeriksaan Penunjang
1.    Laboratorium
a.    Pemeriksaan kultur urine
b.    Pemeriksaan gas dan pH darah janin.
c.    Pemeriksaan darah tepi ibu :
-             Jumlah leukosit
-       C-reactive protein. CRP ada pada serum penderita yang menderita infeksi akut dan dideteksi berdasarkan kemampuannnya untuk mempresipitasi fraksi polisakarida somatik nonspesifik kuman Pneumococcus yang disebut fraksi C. CRP dibentuk di hepatosit sebagai reaksi terhadap IL-1, IL-6, TNF.
d.   Amniosentesis
-            Hitung leukosit
-            Pewarnaan gram bakteri (+) pasti amnionitis
-            Kultur
-            Kadar IL-1, IL-6 ()
-            Kadar glukosa cairan amnion
-            Pemeriksaan ultrasonografi
e. Oligohidramnion : Goulk dkk. (1985) mendapati hubungan antara oligohidramnion dengan korioamnionitis klinis antepartum. Vintzileos dkk. (1986) mendapati hubungan antara  oligohidramnion dengan koloni bakteri pada amnion.
f.   Penipisan serviks : Lams dkk. (1994) mendapati bila ketebalan serviks < 3 cm (USG), dapat dipastikan akan terjadi persalinan preterm. Sonografi serviks transperineal lebih disukai karena dapat menghindari manipulasi intravagina terutama pada kasus-kasus KPD dan plasenta previa.
g.    Kardiotokografi : kesejahteraan janin, frekuensi dan kekuatan kontraksi.

G.      Pencegahan
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan preterm antara lain sebagai berikut :
1.    Hindari kehamilan pada ibu terlalu muda (kurang dari 17 tahun)
2.    Hindari jarak kehamilan terlalu dekat
3.    Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan antenatal yang baik
4.    Anjuran tidak merokok maupun mengkonsumsi obat terlarang (narkotik)
5.    Hindari kerja berat dan perlu cukup istirahat
6.    Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan preterm
7.    Kenali dan obati infeksi genital / saluran kencing
8.    Deteksi dan pengamanan faktor resiko terhadap persalinan preterm

H.      Penatalaksanaan
Ibu hamil yang diidentifikasi memiliki resiko persalinan preterm akibat amnionitis dan yang mengalami gejala persalinan preterm membakat harus ditangani seksama untuk meningkatkan keluaran neonatal. Pada kasus-kasus amnionitis yang tidak mungkin ditangani ekspektatif, harus dilakukan intervensi, yaitu dengan :
1.   Akselerasi pematangan fungsi paru
a. Terapi glukokortikoid, misalnya dengan betamethasone 12 mg im. 2 x selang 24 jam. Atau dexamethasone 5 mg tiap 12 (IM) sampai 4 dosis.
b. Thyrotropin releasing hormone 400 ug iv, akan meningkatkan kadar tri-iodothyronine yang dapat meningkatkan produksi surfaktan. Suplemen inositol, karena inositol merupakan komponen membrane fofolipid yang berperan dalam pembentukan surfaktan.
2.  Pemberian antibiotika
Mercer dan Arheart (1995) menunjukkan bahwa pemberian antibiotika yang tepat dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis dan sepsis neonatorum. Diberikan 2 gram ampicilin (IV) tiap 6 jam sampai persalinan selesai (ACOG). Peneliti lain memberikan antibiotika kombinasi untuk kuman aerob maupun anaerob. Yang terbaik bila sesuai dengan kultur dan tes sensitivitas. Setelah itu dilakukan deteksi dan penanganan terhadap faktor risiko persalinan preterm, bila tidak ada kontraindikasi diberi tokolitik.
3.  Pemberian tokolitik
a.    Nifedipin 10 mg diulang tiap 30 menit, maksimum 40 mg/6 jam. Umumnya hanya diperlukan 20 mg dan dosis perawatan 3 x 10 mg.
b.    Golongan beta-mimetik
Salbutamol
Per infus : 20-50
µg/menit (Saifuddin et.al, 2002 : 302)
Peroral : 4 mg, 2-4 kali/hari (maintenance)